SANDIWARA BONEKA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBAHASA KELAS RENDAH YANG EKONOMIS, PRAKTIS DAN SEDERHANA OLEH INDAH SUSANTI

SANDIWARA BONEKA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBAHASA KELAS RENDAH YANG EKONOMIS, PRAKTIS DAN SEDERHANA
INDAH SUSANTI
Abstrak
     Pembelajaran yang tidak menyenangkan akan berdampak pada kurangnya keberhasilan pada proses pembelajaran. Penulis menggunakan sandiwara boneka sebagai media pembelajaran keterampilan kebahasaan kelas rendah. Sandiwara boneka adalah salah satu media pembelajaran yang terbuat dari bahan sederhana. Media ini memberikan pendidikan sekaligus hiburan yang menyegarkan. Pengetahuan juga bsa disajikan dalam bentuk boneka dengan cara ringan sehingga anak tidak merasa seperti belajar. Karena dibuat sendiri dan setiap saat bisa dikembangkan maka media sederhana ini akan mampu menangkap tren yang disukai anak. Dengan demikian mereka akan mengembangkan kemampuan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.  Penulis menggunakan sandiwara boneka sebagai media pembelajaran karena didasari beberapa alasan. Pertama, dilihat dari segi manfaat bagi lingkungan dan ekonomis yaitu limbah yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali menjadi bernilai. Kedua, dari segi praktis bisa dibawa kemana-mana, sedang dari segi kesederhanaan mudah dibuat oleh siswa. Oleh karena itu melalui media yang menarik diharapkan mampu membuat siswa semangat untuk belajar.
Kata kunci : media pembelajaran, sandiwara boneka, keterampilan berbahasa
Metode
    Metode yang penulis gunakan dalam penulisan jurnal dalam bidang pendidikan sekolah dasar ini adalah pembahasan teori.
Pendahuluan
     Keberhasilan pembelajaran ditunjukkan dengan dikuasainya hasil pembelajaran oleh siswa di kelas. Kita semua mengakui bahwa salah satu faktor keberhasilan dalam pembelajaran adalah faktor kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran yang efektif tidak akan muncul dengan sendirinya tetapi guru harus menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa mencapai tujuan yang ditetapkan secara optimal. Keberhasilan pembelajaran juga ditandai dengan pemahaman materi pembelajaran oleh peserta didik di kelas. Sebagai tolok ukur pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dinyatakan dnegan pemerolehan nilai dalam tes formatif. Namun, pada kenyataannya tidak semua pembelajaran yang berlangsung, siswa memperoleh hasil yang memuaskan sesuai standar ketuntasan yang ingin dicapai.
     Penulis menggunakan sandiwara boneka sebagai media pembelajaran bahasa indonesia karena didasari beberapa alasan. Pertama, dilihat dari segi manfaat bagi lingkungan dan ekonomis yaitu di era modern, pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga semakin meningkat. Pembakaran yang dilakukan hanya akan mengakibatkan dampak yang negatif yaitu pemanasan global. Nuryani, dkk (2010: 9.15) mengungkapkan bahwa pemanfaatan kembali limbah dapat memberikan keuntungan kehidupan manusia. Limbah yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali menjadi bernilai ekonomis. Kedua, dari segi praktis bisa dibawa kemana-mana, sedang dari segi kesederhanaan ini sangat sederhana dan bahkan mampu untuk dibuat oleh siswa. Terakhir yang terpenting adalah bahwasanya kompetensi kebahasaan ada empat yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Empat kompetensi ini tidak sedikit siswa yang menguasainya. Oleh karena itu melalui media yang menarik diharapkan mampu membuat siswa semangat untuk belajar. Salah satu media yang menarik tersebut adalah sandiwara boneka. Dimana mengacu pada tujuan komunikatif maka sandiwara boneka sangat tepat dijadikan media pembelajaran bahasa indonesia.

Pembahasan
Pembakaran dan pemanasan global
     Sudjoko (2011: 5.24-5.25) mengungkapkan bahwa kegiatan manusia dengan melakukan pembakaran mengakibatkan pembebasan CO2 ke udara bebas (atmosfir). Makin intensif pembakaran makin banyak CO2 yang dibebaskan dan akan menumpuk di atmosfir. Akibat selanjutnya, bahang terjebak di antara ruang yang dibatasi oleh muka bumi dan lapisan CO2. Suhu udara diatas bumi akan meningkat, dan inilah yang disebut pemanasan global. Dampak pemanasan global adalah mencairnya salju yang ada di kutub dan puncak gunung-gunung yang tinggi. Karena telah berwujud menjadi air, mengalirlah ke sungai-sungai dan akhirnya masuk ke lautan, daratan bahkan dimungkinkan pulau-pulau kecil yang rendah dapat tenggelam. Salah satu pencegahan pemanasan global adalah daur ulang limbah dimana Nuryani, dkk (2010: 9.15) mengungkapkan bahwa pemanfaatan kembali limbah dapat memberikan keuntungan kehidupan manusia. Limbah yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali menjadi bernilai ekonomis.
Multi peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran
     Djam’an Satori (2010: 5.15) mengungkapkan bahwa Umar Tirtaraharja (1994: 262) mengemukakan guru memainkan multi peran dalam proses pembelajaran yang diselenggarakan dengan tugas yang amat bervariasi. Ia berperan sebagai manajer, pemandu, organisator, koordinator, komunikator, fasilitator dan motivator proses pembelajaran. Dengan versi yang berbeda Abin Syamsuddin (1999) mengemukakan tujuh peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai konservator, inovator, transmitor, transformator, organizator, planner dan evaluator. Ketika berpegang pada kedua pendapat tersebut, sedikitnya ada tiga belas peran dan tugas guru dalam proses sistem pembelajara, yaitu sebagai konservator, inovator, transmitor, transformator, perencana, manajer, pemandu, organisator, koordinator, komunikator, fasilitator, fasilitator dan penilai sistem pembelajaran.
Pengertian pembelajaran
Tabah Subekti (2014: 5-6) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah upaya pengaturan yang disengaja untuk menciptakan suasana belajar sehingga siswa berkesempatan memiliki peran aktif untuk belajar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pendapat para ahli di atas mengacu pada pembentukan kondisi lingkungan sekitar siswa untuk diberdayakan secara optimal sehingga dapat memicu proses interaksi dinamis antara peserta didik dengan sumber belajar. Dengan demikian peran guru adalah sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa agar mereka belajar. Pembelajaran pada dasarnya mengacu pada upaya sadar dan terrencana guru untuk menciptakan suasana atau kondisi kelas yang dapat mengaktifkan siswa. Dengan demikian siswa terlibat aktif dan menjadi pelaku belajar. Kegiatan seperti ini akan memposisikan siswa sebagai subjek yang mengalami secara langsung proses tansfer ilmu dari sumber ke siswa. Sedangkan guru hanya membantu memfasilitasi, mengontrol, dan mengarahkan siswa agar dapat melakukan proses belajar secara optimal. Berkaitan dengan proses pembelajaran bahasa di dunia pendidikan saat ini, maka dapat kita simpulkan bahwa proses pembelajaran bahasa adalah upaya pengaturan yang sengaja dilakukan untuk menciptakan suasana belajar bagi siswa sehingga siswa mampu secara aktif menggali ilmu pengetahuan mengenai kebahasaan dan pada akhirnya siswa mampu melaksanakan tindak bahasa atau komunikasi lebih baik dari sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan yakni mulai dari perencanaan atau rancangan pembelajaran, proses pembelajaran, hingga evaluasi pembelajaran. Tentu saja dengan tetap mengacu pada tujuan sesuai kurikulum yang tengah diterapkan.
Karakteristik kelas rendah
Tabah Subekti (2014: 58) mengemukakan bahwa karakteristik siswa kelas rendah sebagian besar masih suka bermain dan sangat membutuhkan bimbingan dari guru seperti layaknya orang tua sendiri. Dalam hubungan interaksi dengan teman lainnya masih terdapat sisi kekanak-kanakkan. Terkadang seorang guru harus mampu memposisikan dirinya sebagai figur panutan dalam segala hal mulai dari tutur kata, sikap, dan perbuatan.
Pengertian media pembelajaran
    Agung (2012: 162-163) mengemukakan bahwa media adalah 1. Alat;alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film poster, dan spanduk. 2. Yang terletak diantara dua pihak (orang, golongan, dsb). 3. Perantara; penghubung. Oemar (1994: 57) mengemukakan bahwa media dapat diartikan segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi atau segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang merangsang yang sesuai untuk belajar, misalnya: mediacetak, media elektronik. Asep (2010: 11.18) mengungkapkan bahwa secara harfiah media diartikan sebagai medium atau perantara.. Dalam kaitannya dengan proses komunikasi pembelajara, media diartikan sebagai wahana penyalur pesan pembelajaran. Beberapa ahli dan asosiasi telah mengemukakan pengertian tentang media pembelajaran, diantaranya: NEA (1969) yang mengartikan media pembelajaran sebagai sarana komunikasi baik dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk perangkat kerasnya; Wilbur Schramm (1977) mendefinisikan media pembelajaran sebagai tehnologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran; Miarso (1980) menegaskan bahawa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran perasaan perhatian dan kemuauan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Fungsi media pembelajaran
    Asep (2010: 11.21) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran, media memiliki banyak fungsi, antara lain untuk mengatasi berbagai hambatan proses komunikasi, sikap pasif siswa dalam belajar, dan mengatasi keterbatasan fisik kelas. Kegunaan media dalam mengatasi hambatan proses komunikasi antara lain untuk mengatasi verbalisme (ketergantungan untuk menggunakan kata-kata lisan dlaam memberikan penjelasan), artinya dengan kata-kata lisan yang mungkin abstrak dapat digambarkan dan dibantu dengan penggunaan media sehingga verbalisme dapat diminimalkan atau bahkan ditiadakan. Berkaitan dengan keterbatasan fisik kelas media memiliki kegunaan untuk memperkecil objek yang terlalu besar, memperbesar objek yang terlalu kecil, menyederhanakan objek yang terlalu rumit, dan menggambarkan objek yang terlalu luas. Dalam mengatasi sikap pasif siswa, media pembelajaran memiliki berbagai kegunaan, antara lain menimbulkan kegairahan belajar, memfokuskan atau menarik perhatian, memungkinkan atau setidaknya mendekatkan interaksi langsung dengan lingkungan nyata, memberikan perangsang yang sama untuk mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.
Faktor Pemilihan Media Pembelajaran
    Asep (2010: 11.23) mengungkapkan bahwa untuk memperoleh hasil yang optimal, pemilihan media pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah tujuan pembelajaran, situasi belajar, kemudahan, ekonomis, fleksibilitas, kepraktisan keserdahanaan dan kemampuan guru. Tujuan pembelajaran memuat kompetensi yang diharapkan akan dimilik siswa di akhir pembelajaran, untuk mencapai kemampuan tersebut diperlukan media yang dapat membantu siswa belajar. Situasi belajar, dimana jumlah siswa atau besar kecilnya kelas juga ikut menentukan pemilihan media pembelajran. Media yang dapat digunakan untuk kelas besar belum tentu efektif digunakan secara individual. Kemudahan maksudnya adalah memilih media pembelajaran yang mudah diperoleh. Dilihat dari segi ekonomis maka perlu memilih media pembelajaran yang efektif dan efisien, ini berarti perlu menentukan media pembelajaran dari segi kekuatan abahan (dapat dipakai berkali-kali untuk jangka waktu yang lama) atau kemurahan harga. Fleksibilitas artinya memilih media pembelajaran yang fleksibel untuk digunakan pada berbagai tujuan pembelajaran. Kepraktisan dan kesederhanaan ini merupakan pemilihan media pembelajaran yang praktis dan sederhana. Sedangkan kemampuan guru maksudnya adalah memilih media pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan guru.
Media sandiwara boneka
     Denny (2011: 5.17) mengungkapkan bahwa sandiwara boneka adalah salah satu media pembelajaran yang terbuat dari bahan sederhana. Media ini memberikan pendidikan sekaligus hiburan yang menyegarkan dengan cerita-cerita lucu. Pengetahuan juga bsa disajikan dalam bentuk bonek dengan cara ringan sehingga anak tidak merasa seperti belajar. Karena dibuat sendiri dan setiap saat bisa dikembangkan maka media sederhana ini akan mampu menangkap tren yang disukai anak. Dengan demikian mereka akan mengembangkan kemampuan mengembangkan suatu ide cerita, menggambar, dan menulis. Boneka mampu menumbuhkan semangat berkarya bagi mereka. Pengembangan cerita dalam tampilan boneka dapat menambah wawasan anak dengan informasi iptek, berita dunia dan berita-berita unik. bahan yang diperlukan yaitu aos kaki bekas yang bersih; Gunting; dan Spidol. Sedangkan cara membuatnya yang pertama menyiapkan kapas yang dibuat bulatan untuk mengisi bagian kepala; menggambar muka dengan spidol; menggunting sedikit sisi kiri dan kanan sebagai tempat jari-jari; dan membuat beberapa boneka dengan karakter wajah yang berbeda.
Hakikat bahasa
    Agung (2012: 28) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer (mana suka), yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Sedangkan Puji (2010: 1.2)  mengungkapkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yakni, sistematik, mana suka, ujar, manusiawi dan komunikatif. Bahasa disebut sistematik karena bahasa diatur oleh sistem. Bahasa disebut mana suka karena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkan. Sebagai contoh manusia yang baru lahir disebut bayi bukan disebut remaja, kita tidak dapat memberi alasan pertimbangan apa kata itu disebut begitu karena sudah begitu nyatanya. Bahasa disebut juga ujaran karena media bahasa yang terpenting adalah bunyi, walaupun kemudian ditemui ada juga media tulisan. Bahasa disebut bersifat manusiawi karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang memanfaatkannya, bukan makhluk lainnya. Bahasa disebut sebagai alat komunikasi karena fungsi bahasa sebagai penyatu keluarga, masyarakat, dan bagsa dalam segala kegiatannya. Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terbagi atas dua unsur utama, yaitu bentuk dan makna. Bentuk merupakan bagian yang dapat diserap oleh unsur panca indra. Bagian ini terdiri dari dua unsur, yakni unsur segmental dan unsur superasegmental. Unsur segmental secara hierarkis dari segmen yang paling besar sampai segmen yang paling kecil, yaitu wacana paragraf, kalimat, frasa, kata, morfem dan fonem. Unsur asegmental terdiri dari atas intonasi. Unsur-unsur intonasi adalah tekanana, nada, durasi, dan perhentian. Sedangkan makan adalah isi yang terkandung dalam bentuk-bentuk diatas. Sesuai dengan urutan bentuk dari segmen yang paling besar sampai segmen yang terkecil, makna pun dibagi berdasarkan hierarkis yaitu makna morfem, leksikal dan makna sintaksis. Untuk fungsi bahasa sendiri yaitu sebagai alat komunikasi secara umu, namun ada beberapa fungsi bahasa lainnya yaitu untuk menyampaiakan informasi, untuk menyalurkan perasaan, untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggora masyarakat dan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat oranglain. Sementara itu fungsi khusus bahasa inodnesia adalah alat untuk menjalankan administrasi negara, alat pemersatu berbagai suku dan wadah penampung kebudayaan.
Keterampilan berbahasa lisan
    Puji Santoso, dkk (2010: 6.31) mengungkapkan bahwa keterampilan berbahasa lisan terdiri dari keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan menyimak dan berbicara sangat erat kaitannya, bersifat resiprokal. Dalam kehidupan sehari-hari, penyimak dan pembicara dapat berganti peran secara spontan, yaitu dari penyimak menjadi pembicara dan dari pembicara menjadi penyimak.
Pengertian  menyimak
     Tabah Subekti (2014: 63-64) mengemukakan bahwa menyimak diartikan sebagai suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan, mengidentifikasi bunyi bahasa, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya (Resmini, 2007). Sementara itu Tarigan (1996) mengartikan bahwa menyimak adalah sebuah proses menerima informasi dengan disertai dengan adanya keniatan dan perhatian terhadap sumber informasi tersebut. Tarigan membedakan arti menyimak dan mendengarkan. Jika proses menyimak adalah proses mendengarkan sesuatu hal atau informasi dengan adanya unsur penelaahan secara seksama, sedangkan proses mendengarkan tidak terdapat unsur penelaahan atau perhatian. Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah suatu upaya seseorang menerima informasi dari sumber informasi secara seksama dengan melibatkan pikiran atau logika serta perasaan atau unsur psikologis hingga diperoleh pemahaman utuh akan informasi tersebut, serta dapat menimbulkan reaksi atas informasi yang diterimanya. Reaksi tersebut dapat berupa pamahaman, penilaian, sikap, maupun perbuatan.Proses menyimak itu menurut Tarigan (1990) mencakup fase-fase (1) Mendengar (2)Mengidentifikasi(3)Menginterpretasi (4)Memahami (5)Menilai (6)Menanggapi. Selain kemampuan utama, terdapat pula kemampuan penunjang proses menyimak agar mendapatkan hasil simakan yang baik. Ada  tujuh kemampuan penunjang menyimak yakni (1)Kemampuan memusatkan perhatian (2)Kemampuan mengingat (3)Kemampuan menangkap bunyi (4)Kemampuan linguistik (5)Kemampuan non linguistik (6)Kemampuan menilai (7)Kemampuan menanggapi. Lebih jauh mengenai proses menyimak, berdasarkan taraf hasil simakan tersebut, menurut Green and Petty, dalam bukunya Develoving Language Skill in The Elementary Schools yang dikutip Djago Tarigan (1990) dikenal sembilan jenis menyimak itu seperti (1)Menyimak tanpa mereaksi (2)Menyimak terputus-putus (3)Menyimak terpusat (4)Menyimak pasif (5)Menyimak dangkal (6)Menyimak untuk membandingkan (7)Menyimak organisasi materi (8)Menyimak kritis, dan (9)Menyimak kreatif dan apresiatif.
Pengertian berbicara
    Tabah Subekti (2014: 73) mengungkapkan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan, Djago Tarigan (1990). Sedangkan menurut H.G. Tarigan (1998) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Kegiatan berbicara selalu diikuti kegiatan menyimak. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi antar seseorang dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seharusya pembicara memahami makna segala yang ingin dikomunikasikannya. Djago Tarigan (1990) mengemukakan tujuh tujuan berbicara, yaitu: Berbicara untuk menghibur, berbicara untuk menghibur para pendengar lebih difokuskan pada upaya kegiatan berbicara untuk berusaha menyenangkan perasaan pendengar dengan berbagai cara yang mungkin dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan cara berbicara tentang kisah jenaka, humor, atau kisah lucu kepada pendengar dengan tujuan menghibur pendengarnya. Berbicara untuk menginformasikan, berbicara untuk tujuan menginformasikan atau untuk melaporkan dilaksanakan apabila seseorang ingin menjelaskan suatu proses yang berkesinambungan, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan atau menambahkan pengetahuan, serta menjelaskan kaitan hubungan relasi antar benda atau peristiwa.Berbicara untuk menstimulasi, berbicara untuk menstimulasi dapat diartikan bahwa pembicaraan yang dilakukan adalah bertujuan untuk merangsang atau menstimulus pendengar supaya timbul niat untuk menuruti keinginan pembicara.Berbicara untuk meyakinkan, berbicara untuk meyakinkan setingkat lebih tinggi dari stimulasi. Pada taraf ini pembicara berupaya meyakinkan pendengar dengan berbagai cara misalnya dengan menunjukkan data atau fakta, sehingga pendengar merasa yakin terhadap pembicara. Berbicara untuk menggerakkan, berbicara dengan tujuan menggerakkan, merupakan kelanjutan dari berbicara meyakinkan. Melalui kepandaian membakar semangat, meyakinkan pendengarnya, memanfaatkan situasi, serta ditambah penguasaan ilmu kejiwaan, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya untuk melalukan tindakan tertentu.
Keterampilan berbahasa tulis
     Puji Santoso, dkk (2010: 6.31) mengungkapkan bahwa keterampilan berbahasa tulis terdiri dari keterampilan membaca adan menulis. Membaca merupakan kegiatan memahami bahasa tulis, sedangkan menulis adalah kegiatan menggunakan bahasa tulis sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan. Kedua keterampilan ini merupakan keterampilan dasar yang harus diajarkan mulai di kelas 1SD.
Pengertian membaca
     Tabah Subekti (2014: 69-70) mengungkapkan bahwa pada dasarnya membaca merupakan suatu aktivitas (kegiatan) memahami bahasa tulisan (teks) (Resmini, 2007). Sementara itu Ellis (1989) mengemukakan bahwa “Reading is the visual receptive component of communication. It is the process of deriving meaning from the written word”, yang artinya bahwa membaca (yang merupakan komponen komunikasi reseptif) adalah mengambil makna dari kata yang berbentuk tulisan. Dari pendapat para ahli di atas maka dapat kita simpulkan bahwa membaca merupakan aktivitas mengalihkodekan simbol-simbol teks huruf maupun angka ke dalam skemata otak manusia sehingga menimbulkan pemahaman tertentu. Ada 2 aktivitas yang dilakukan oleh pembaca yaitu membaca sebagai proses., yaitu mengacu pada kegiatan fisik atau mental manusia untuk melakukan proses mengalihkodean pada skemata otak kemudian menafsirkan makna yang terkandung dalam kode tersebut. Membaca sebagi produk , yaitu mengacu pada konsekuensi dari kegiatan yang dilakukan pada saat proses membaca yakni dapat berupa pemahaman akan sesuatu yang dapat di transfer kembali ke bentuk bahasa lain baik secara lisan maupun tulis. Tahap membaca yaitu: (1) aspek sensori: kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis; (2) aspek perceptual: kemampuan untuk menginterpresikan apa yang dilihat sebagai simbol; (3) aspek schemata: kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan yang telah ada; (4) aspek berfikir: kemampuan menbuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari; dan (5) aspek afektif: aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh pada kegiatan membaca. Interaksi antara kelima aspek tersebut secara harmonis akan menghasilkan pemahaman yang baik, yakni terciptanya komunikas yang baik antara penulis dengan pembaca.
Pengertian  menulis
     Tabah Subekti (2014: 72-73) mengemukakan bahwa pada hakekatnya menulis merupakan upaya penuangan gagasan atau informasi dalam bentuk simbol – simbol baik teks huruf maupun angka sehingga rangkaian simbol tersebut mampu merefleksikan gagasan atau informasi yang dimiliki si penyusun atau penulisnya. Rangkaian simbol tersebut juga dapat dicerna dengan baik oleh penerima atau pembaca.Tahap menulis itu meliputi tahap-tahap antara lain: (1)Konsepsi (conception); (2)Inkubasi (incubation); dan (3)Produksi (production). Sementara itu menurut Gravas (1975), tahapan menulis dibagi menjadi tiga yaitu: (1)Penulisan;  (2)Komposisi; dan (3)Pasca menulis. Kegiatan pada tahap satu penulis memilih topik dan menentukan tujuan, lalu pada tahap dua penulis mengembangkan topik dan mengumpulkan informasi, selanjutnya pada tahap tiga penulis menuliskan dan menyimpulkan serta mengedit teks (tulisan). Jadi siswa dalam pelajaran menulis hendaknya memperoleh kegiatan untuk mempraktekkan proses menulis dengan tahap-tahap tersebut (Resmini, 2007).Sedangkan  menurut pendapat Tompkins, ada lima tahapan menulis yang harus dipraktekkan oleh siswa yakni: (1)Pramenulis; (2)Drafting; (3)Revisi; (4)Editing; (5)Publikasi. kegiatan siswa pada masing-masing tahap ini berbeda: Pada tahap pertama terdapat lima kegiatan yang harus dilakukan siswa yakni menentukan topik, mengumpulkan ide, menyusun ide, menentukan pembaca, dan menentukan tujuan penulisan. Pada tahap kedua siswa melakukan penulisan buram (drafting), menentukan hal-hal apa saja yang dapat menjadi daya tarik (focus) dalam tulisan, dan memilih isi (content) tulisan yang akan disampaikan kepada pembaca. Pada tahap ketiga siswa melakukan “sharing” mendisusikan tulisan dengan teman satu kelas, kemudian siswa menyempurnakan tuisan berdasarkan saran yang diperoleh dari sharing dan diskusi tersebut. Pada tahap keempat siswa menyempurnakan tuisan setelah direvisi pada tahap sebelumnya, lalu meminta bantuan pada teman sekelas untuk mengoreksi kekurangan dan menyempurnakan lagi tulisan atas dasar saran dan koreksi dari teman sendiri maupun dari guru. Pada tahap kelima, siswa mampublikasikan tulisan  dalam bentuk teks (tulisan) yang dipandang paling layak, kemudian hasilnya diserahkan kepada pembaca.

Pelaksanaan sandiwara boneka sebagai media pembelajaran keterampilan berbahasa kelas rendah.
    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasanya terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Untuk optimalisasi tercapainya keterampilan tersebut diperlukan suatu media atau perantara, media yang dimaksud disini adalah sandiwara boneka. Dalam pelaksaannya, akan lebih efektif menggunakan salah satu contoh pembelajaran dalam bahasa indonesia kelas rendah yang mencakup menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Contoh :
Indikator Bahasa Indonesia kelas 1 tema 1 sub tema 1 pembelajaran 1
3.4 Mengenal teks cerita diri atau personal tentang keberadaan keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu pemahaman.
4.4 Menyampaikan teks cerita diri atau personal tentang keluarga secara mandiri   dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu penyajian.
Kegiatan inti dalam pembelajaran keterampilan berbahasa
1.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa.
2.      Guru melakukan sandiwara boneka
Susan: “Namaku Susan, aku memiliki keluarga bahagia.
Ada ayah, ibu, dan dua kakak.
Kami memiliki kesukaan yang berbeda.
Kami memiliki kegiatan yang berbeda.
Tapi kami saling menyayangi.
Aku bersyukur kepada Tuhan atas karunia-Nya kepada kami.......”.
Indah:   “Namaku Indah, aku adalah kakaknya Susan. Aku sayang semua anggota keluarga”
Indah : “ Satu – satu aku sayang ibu, ...........................................”
3.    sandiwara boneka ini tidak diperagakan sampai selesai dengan tujuan agar siswa penasaran.
4.    Siswa menyimak sandiwara boneka yang diperagakan oleh guru. (menyimak).
5.    Siswa membaca buku teks cerita yang diperagakan oleh guru, siswa akan tertarik membaca dikarenakan guru belum menyelesaikan cerita. (membaca).
6.    Siswa menuliskan hasil simakan sandiwara boneka yang diperagakan oleh guru. (menulis).
7.    Siswa melanjutkan cerita melalui sandiwara boneka secara bergiliran. (berbicara)
8.    Guru memberikan umpan balik pembelajaran.
      Manfaat sandiwara boneka sebagai media pembelajaran ini ekonomis, praktis dan juga sederhana. Dimana dalam pemilihan media pembelajaran diharuskan melihat hal tersebut. Dari segi ekonomi, bahan sandiwara boneka ini bisa dengan barang bekas seperti kaos kaki bekas. Dengan pemanfaatan barang bekas menjadi barang bernilai ini akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Hal ini dapat mengurangi pemanasan global. Dari segi praktis, media ini dapat dibawa kemana-mana, dapat digunakan sebagai tujuan pembelajaran pada mata pelajaran lainnya sebagai pengganti guru ketika siswa bosan. Dari segi sederhana, media ini sangat sederhana dimana siswa mampu membuatnya menggunakan barang-barang bekas lainnya. Dengan media sandiwara boneka ini juga mampu mengoptimalisasi keterampilan berbahasa. Dimana banyak media pembelajaran yang mahal, rumit dan tidak dapat menunjang pencapaian dari pada tujuan pembelajaran.
     Dengan menggunakan media pembelajaran sandiwara boneka ini diharapkan pembelajaran tidak membosankan dan mampu memotivasi siswa untuk belajar. Dengan pembelajaran yang menyenangkan maka kondisi emosi siswa akan tetap stabil dan mudah untuk menerima materi pembelajaran yang harus dikuasai siswa.
    Menggunakan media pembelajaran sandiwara boneka, keterampilan menyimak tidak lagi menjadi hal yang membosankan melainkan menjadi hal yang sangat menyenangkan dan juga menghibur. Dalam keterampilan berbicara juga mampu mengasah kelas rendah untuk mengembangkan bahasa yang diucapkan melalui cerita yang mereka inginkan. Siswa akan bebas berekspresi dengan menggunakan sandiwara boneka. Keterampilan membaca akan sangat menarik dikarenakan siswa penasaran dengan kelanjutan cerita dan untuk keterampilan menulis menyenangkan sembari menyimak.
Kesimpulan
     Upaya pengaturan yang disengaja untuk menciptakan suasana belajar sehingga siswa berkesempatan memiliki peran aktif untuk belajar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam pembelajran bahasa terdapat empat keterampila berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Untuk mencapai tujuan komunikatif tersebut dapat di optimalkan dengan menggunakan media pembelajaran. Dimana media pembelajaran merupakan perantara. Untuk menentukan media pembelajaran haruslah sesuai dengan tujuan pembelajaran, situasi belajar, kemudahan, ekonomis, fleksibilitas, kepraktisan keserdahanaan dan kemampuan guru dalam menggunakannya. Sandiwara boneka menjadi salah satu media pembelajaran yang ekonomis, praktis dan sederhana. Dari segi ekonomi, bahan sandiwara boneka ini bisa dengan barang bekas. Dengan pemanfaatan barang bekas menjadi barang bernilai ini akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Dari segi praktis, media ini dapat dibawa kemana-mana, dapat digunakan sebagai tujuan pembelajaran pada mata pelajaran lainnya sebagai pengganti guru ketika siswa bosan. Dari segi sederhana, media ini sangat sederhana dimana siswa mampu membuatnya. Dengan menggunakan media sandiwara boneka ini juga mampu membuat siswa berada dalam pembelajaran yang menyenangkan. Media ini memberikan pendidikan sekaligus hiburan yang menyegarkan dengan cerita-cerita lucu. Pengetahuan juga bsa disajikan dalam bentuk bonek dengan cara ringan sehingga anak tidak merasa seperti belajar. Karena dibuat sendiri dan setiap saat bisa dikembangkan maka media sederhana ini akan mampu menangkap tren yang disukai anak. Dengan demikian mereka akan mengembangkan kemampuan mengembangkan suatu ide cerita, menggambar, dan menulis. Boneka mampu menumbuhkan semangat berkarya bagi mereka. Pengembangan cerita dalam tampilan boneka dapat menambah wawasan anak dengan informasi iptek, berita dunia dan berita-berita unik. menggunting sedikit sisi kiri dan kanan sebagai tempat jari-jari; dan membuat beberapa boneka dengan karakter wajah yang berbeda.
Daftar Pustaka
Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta: Aksara Sinergi Media
Hernawan, Asep Herry. 2010. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Oemar, Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Rustaman, Nuryani, dkk. 2010. Materi dan pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Santoso, Puji, dkk. 2010. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Satori, Djam’an, dkk. 2010. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka
Setiawan, Denny, dkk. 2011. Komputer dan Media Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Subekti, Tabah. 2014. Telaah Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Magelang: UMMgl Press.
Sudjoko, dkk. 2011. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Universitas Terbuka.
Biodata Penulis
    Indah Susanti. Lahir di Karanggondang Kradenan Srumbung Magelang 16 Mei 1994. Ia menempuh pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA di Magelang. Ia melanjutkan studi S1 PGSD di Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan di Universitas Muhammadiyah Magelang sampai sekarang.

     Penelitian yang pernah ia lakukan adalah (1)Pemanfaatan Kain Perca sebagai Gantungan Kunci, (2) Daun Sirih sebagai Alternatif Pengobatan Tradisional , (3) Implementasi Pembelajaran IPs Pada Kurikulum 2013 Di SDN Magersari 2 Kelas 5, dan (4) Perkembangbiakan Burung Murai Melalui Perkawinan Silang AnDa Sebagai Peluang Usaha Berbasis Kelestarian Alam.

0 Response to "SANDIWARA BONEKA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBAHASA KELAS RENDAH YANG EKONOMIS, PRAKTIS DAN SEDERHANA OLEH INDAH SUSANTI"

Posting Komentar