BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa.
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.
Pendekatan abstrak dengan metode ceramah dan pemberian tugas sangatlah dominan pada setiap aktivitas pembelajaran. Sangat jarang dilakukan pembelajaran matematika yang mampu mengaktifkan siswa serta memberikan kebermaknaan dalam belajar matematika. Tidak jarang siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit karena harus menghafal sekumpulan rumus-rumus. Faktor penguasaan guru pada materi-materi matematika serta model-model pembelajaran matematika sangatlah penting karena inilah yang menjadi modal dasar bagi guru.
Guru diharapkan lebih kreatif dalam merancang strategi pembelajaran matematika sehingga lebih bervariasi. Siswa sekolah dasar yang secara psikologi masih dalam tahap operasional konkrit memerlukan beragam media dan alat peraga serta pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya terutama dalam bidang matematika. Pemahaman pada konsep matematika yang kuat yang dihasilkan dari serangkaian pengalaman belajar akan menjadi bekal bagi siswa dalam menempuh jenjang pendidikan selanjutnya.
Oleh karena itu, makalah ini akan menyajikan beberapa model, strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran matematika yang bisa diterapkan di sekolah dasar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ?
2. Bagaimana strategi pembelajaran dalam matematika ?
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran ?
4. Bagaimana pendekatan pembelajaran yang dipakai dalam pelajaran matematika ?
C. Tujuan
1. Untuk memahami strategi pembelajaran.
2. Untuk memahami strategi pembelajaran dalam matematika.
3. Untuk memahami pendekatan pembelajaran.
4. Untuk mengetahui pendekatan pembelajaran yang dipakai dalam pelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Strategi Pembelajaran
Salah satu cara untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran di sekolah adalah memilih atau menetapkan strategi pembelajaran yang resmi dengan kondisi yang diprediksi dapat mempengaruhi hasil pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Agar hal ini tercapai guru harus memiliki kemauan dan kemampuan yang memadai untuk mengembangkan atau menetapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pengajaran, seperti karakteristik siswa yang diajar.
Kata strategi berasal dari kata Strategos (Yunani) atau Strategus. Strategos berarti jenderal atau berarti pula perwira Negara (state officer). Jenderal inilah yang bertanggungjawab merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai kemenangan (Dedikbud; 1999: 40).
Strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of actifities designed to achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976) Pengertian Strategi pembelajaran cukup beragam walaupun pada dasarnya sama. Joni (1983) berpendapat bahwa yang dimaksud strategi adalah suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Secara spesifik Sherly (1987) merumuskan pengertian strategi sebagai keputusan-keputusan bertindak yang diarahkan dan keseluruhannya diperlukan untuk mencapai tujuan (Dekdkbud, 1999;40) Dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesaian untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Wina Sanjaya, 2008;126).
Dari pengertian diatas, ada dua hal yang perlu dicermati. Pertama, setrategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemamnfaatan sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya arah tujuan dari penyusunan langkah-langkah strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah roh dari implementasi strategi (Wina Sanjaya, 2008;126)
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, maka jenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.
B. Jenis Strategi Pembelajaran
Gerlach dan Ely (1980) mengungkapkan dua jenis strategi pembelajaran, yaitu StrategiEkspositori (Expository Approach) dan Strategi Inkuiri (Inquiry Approach).
1. Strategi Ekspositori
Strategi Ekspositori biasanya digunakan guru untuk menyajikan materi pelajaran dengan maksud menyampaikan informasi kepada para peserta didik melalui penjelasan atau melalui demonstrasi. Setelah itu guru mengecek penerimaan, ingatan, dan pemahaman peserta didik mengenai informasi yang telah diterimanya. Guru dapat mengulangi penjelasannya, bahkan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk praktik penerapan konsep atau prinsip yang telah dijelaskannya pada serangkaian contoh. Metode yang paling sering digunakan pada strategi ini adalah metode ceramah, yang didukung dengan tanya jawab dan demonstrasi.
2. Strategi Inkuiri
Strategi inkuiri merupakan strategi pembelajaran dimana peserta didik didorong dan diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan serta merumuskan konsep sendiri. Oleh sebab itu, metode-metode pembelajaran yang sering digunakan dalam strategi inkuiri antara lain metode eksperimen, diskusi kelompok kecil, pemecahan masalah, dan tanya jawab.
3. Strategi Pemecahan Masalah
Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya, yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).
Empat tahapan pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah memerlukan strategi berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lainnya. Untuk memperkenalkan suatu strategi tertentu kepada siswa, diperlukan perencanaan yang matang. Sulit bagi guu untuk dapat memperkenalkan setiap strategi pemecahan masalah dalam waktu yang terbatas. Dan bagi siswa yang sudah belajar strategi tertentu, masih memerlukan waktu untuk memperoleh rasa percaya diri dalam menerapkan strategi yang sudah dipelajarinya.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang strategi pemecahan masalah, berikut beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin diperkenalkan pada anak sekolah dasar.
a. Strategi Act It Out
Strategi ini dapat membantu siswa dalam proses visualisasi masalah yang tercakup dalam soal yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya, strategi ini dilakukan dengan menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakkan benda-benda konkrit. Gerakan bersifat fisik ini dapat membantu atau mempermudah siswa dalam menemukan hubungan antara komponen-komponen yang tercakup dalam suatu masalah.
Pada saat guru memperkenalkan strategi ini, sebaiknya ditekankan bahwa penggunaan objek konkrit yang dicontohkan sebenarnya dapat diganti dengan suatu model yang sangat sederhana misalnya gambar. Untuk memperkenalkan strategi ini, banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat digunakan sebagai tema atau konteks masalah.
b. Membuat Gambar Atau Diagram
Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan jelas. Pada saat guru mencoba mengajarkan strategi ini, penekanan perlu dilakukan bahwa gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu detail. Hal ini perlu digambar atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas permasalahan yang dihadapi.
c. Menemukan Pola
Kegiatan matematika yang berkaitan dengan proses menemukan pola dari sejumlah data yang diberikan, dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan. Kegiatan yang munkin dilakukan antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh sekumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk pemecahan masalah, pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat menghadapi masalah tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada benak seseorang antara lain adalah: “Adakah pola atau keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data yang diberikan?”. Tanpa melalui latihan, sangat sulit bagi seseorang untuk menyadari bahwa permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap.
d. Membuat Tabel
Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap. Penggunaan table merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru bekenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan mudah menggunakan data tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik.
e. Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini, kita mungkin tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh secara sistemati. Yang dimaksud sistematik disini isalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.
f. Tebak dan Periksa
Strategi menebak yang dimaksudkan di sini adalah menebak yang didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
Balok di bawah ini isinya adalah 2880 . Carilah balok lainnya yang memiliki isi sama.
8 cm
12 cm
30 cm
g. Strategi Kerja Mundur
Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertent, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal. Penyelesaian masalah seperti biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan strategi mundur. Contoh masalahnya adalah sebagai berikut.
Jika jumlah dua bilangan bulat adalah 12, sedangkan hasil kalinya 45, tentukan kedua bilangan tersebut.
h. Menentukan yang Diketahui, yang Ditanyakan, dan Informasi yang Diperlukan
Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang sangat terkenal sehingga seringkali muncul dalam buku-buku matematika sekolah.
i. Menggunakan Kalimat Terbuka
Strategi ini juga sering diberikan dalam buku-buku matematika sekolah dasar. Walaupun strategi ini termasuk sering digunakan, akan tetapi pada langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai. Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar unsur yang terkandung di dalam masalah dapat dilihat secara jelas. Setelah itu baru dibuat kalimat terbukanya. Berikut adalah contoh masalah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan strategi kalimat terbuka.
Dua pertiga dari suatu bilangan adalah 24 dan setengah dari bilangan tersebut adalah 18. Berapakah bilangan tersebut ?
j. Mengubah Sudut Pandang
Strategi ini seringkali digunakan setelah kita gagal untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi lainnya. Saat kita menvoba menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut pandang tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu.setelah kita mencoba menggunakan suatu strategi dan ternyata gagal, kecenderungannya adalah kembali memperhatikan soal dengan mengguanakn sudut pandang yang sama. Jika setelah menggunakan strategi lain ternyata masih tetap menemui kegagalan, cobalah untuk mengubah sudut pandang dengan memperbaiki asumsi atau memeriksa logika berpikir yang digunakan sebelumnya. Contoh penggunaan strategi dapat dilakukan pada soal berikut:
Ada berapa segitiga pada gambar berikut ini?
C. Hakikat Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan (approach) dapat dipandang sebagai suatu rangkaian tindakan yang terpola atau terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (misalnya dasar filosofis, prinsip psikologis, prinsip didaktis, atau prinsip ekologis), yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian pola tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang telah terbukti kebenarannya sehingga tindakan-tindakan yang diorganisir dapat berjalan secara konsisten ke arah pencapaian tujuan. Berdasarkan pengertian di atas, pendekatan mengandung sejumlah komponen atau unsur, yaitu tujuan, pola tindakan, metode atau teknik, sumber-sumber yang digunakan, dan prinsip-prinsip.
Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat diadaptasi oleh peserta didik. Ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan pendekatan yang bersifat materi.
Pendekatan material yaitu pendekatan pembelajaran matematika di mana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa. Misalnya untuk menyajikan penjumlahan bilangan menggunakan pendekatan garis bilangan, atau untuk menyajikan konsep penjumlahan bilangan pecahan yang tidak sejenis digunakan gambar atau model.
Pendekatan metodologik berkenaan dengan cara peserta didik mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut.
D. Macam-macam Pendekatan Pembelajaran
1. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin, berfikir induktif ialah suatu proses berfikir yang berlangsung dari khusus menuju umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri itu terdapat pada semua fenomena.
Berbeda dengan pendekatan deduktif yang menyimpulkan permasalahan dari hal-hal yang bersifat umum, maka pendekatan induktif (inductif approach) menyimpulkan permasalahan dari hal-hal yang bersifat khusus.Metode induktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.
Pendekatan induktif menekankan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut.Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.
Pendekatan induktif menggunakan penalaran induktif, sehingga cara empiris bisa diterapkan. Dengan cara ini konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui benda – benda konkret.
Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan itu ada kelemahannya, tidak dapat menjamin kesimpulan berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam matematika formal hanya dipakai induksi lengkap atau induksi matematik.Dengan menggunakan induksi lengkap ini kesimpulan yang ditarik berlaku secara umum.
2. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme.Initerdiri dari dua macam pernyataan yang benar dan sebuah kasimpulan (konklusi). Kedua pendukung pernyataan silogisme disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis monir. Kesimpulan diperolehi hasil dari penalaran deduktif berdasarkan macam premis itu.
Perhatikan pernyataan berikut.
“Jika dua pasang sudut dari dua segitiga sama besar, maka pasangan sudutnya yang ketiga sama pula”
Silogisme yang berhubungan dengan pernyataan itu adalah:
Premis mayor: Jumlah ketiga sudut segitiga adalah
Premis minor: Dua pasang sudut dua segitiga sama besar
Kesimpulan: Pasangan sudut ketiga dua segitiga itu sama.
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus, sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.
Mengajarkan konsep dengan pendekatan deduktif dimulai dengan mengemukakan definisinya dan disusul dengan contoh-contoh yang dapat diberikan oleh guru atau dicari oleh murid.Sebaliknya pada pendekatan induktif, contoh-contoh diberikan terlebih dahulu oleh guru dan kemudian dirumuskan definisinya.
Contoh penerapan pendekatan deduktif
“Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari beberapa bilangan adalah sebuah bilangan asli paling besar yang merupakan faktor persekutuan dari semua bilangan itu”.
Cara menentukan FPB dari dua bilangan 24 dan 36 adalah sebagai berikut:
Himpunan faktor 24 adalah:
A = {1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24}
Himpunan faktor dari 36:
B = {1, 2, 3, 4, 6, 9, 12, 18, 36}
Himpunan faktor persekutuan dari 24 dan 36 adalah himpunan irisan A dan B, yaitu A ∩ B = {1, 2, 3, 4, 6, 12}
Anggota paling besar dari A ∩ B adalah 12. Jadi 12 merupakan pembagi persekutuan yang terbesar dari 24 dan 36. Jadi:,
FPB dari 24 dan 36 adalah 12
Keterangan:
Pada contoh mencari FPB di atas terjadi silogisme:
Premis mayor: Definisi FPB, dua bilangan a dan b.
Premis minor: a = 24 dan b = 36.
Kesimpulan: FPB dari 24 dan 36 adalah 12
Dalam pelaksanannya, mengajar dengan pendekatan induktif akan lebih banyak memerlukan waktu dari pada mengajar dengan menggunakan pendekatan deduktif. Tetapi bagi kelas rendah atau kelas yang lemah, pendekatan induktif akan lebih baik, pendekatan induktif akan lebih memudahkan murid menangkap konsep yang diajarkan. Sebalikanya kelas yang kuat akan merasakan pengajaran dengan pendekatan induktif bertele-tele. Kelas ini cocok diberi pelajaran dengan pendekatan deduktif.
3. Pendekatan Realistik
Matematika Realistik (MR) merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran MR menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran sehingga siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain, pembelajaran MR berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics), sehingga siswa belajar dengan bermakna (pengertian).
Pembelajaran MR berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, sehingga memerlukan paradigma yang berbeda tentang bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh siswa dengan paradigma pembelajaran matematika selama ini. Karena itu, perubahan persepsi guru tentang mengajar perlu dilakukan bila ingin mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik.
Berikut ini adalah lima prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, dalam Suherman (2001 : 128) :
a. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika
b. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan symbol-simbol
c. Sumbangan dari para siswa, sehingga sisa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi dan mengkostruksi sendiri, sehingga dapat membimbing siswa dari level matematika informal menuju matematika formal
d. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembeajaran matematika
e. Intertwinning (membuat jalinan) jalinan antar topik atau antar pokok bahasan.
Contoh penerapan pendekatan realistik dalam pembelajaran SD sebagai berikut:
Pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Jadi pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
4. Pendekatan Kooperatif
Pendekatan yang dilaksanakan disekolah dasar pada saat ini adalah system klasikal.Dengan system klasikal kecepatan pengajaran dilaksanakan berdasarkan perkiraan kecepatan rata-rata siswa. Dengan demikian, akan ada siswa yang merasa bahwa pengajaran yang dilakukan oleh guru terlalu cepat, yaitu siswa yang lambat belajar; sebalikanya, ada juga siswa lain yaitu siswa yang cepat dalam menerima pelajaran yang merasa bahwa pengajaran yang dilakukan oleh guru terlalu lambat.
Cooperative learning memunculkan kerjasama antar siswa dari semua tingkatan untuk bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan; saling membantu untuk belajar dan mencapai tujuan.
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain. Sedangkan pembelajaran kooperatif artinya belajar bersama-sama saling membantu satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap irang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya (Ong Eng Tek, 1996:2).
Pendekatan pembelajaran kooperatif adalah suatu strategis belajar-mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih untuk memecahkan masalah. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dalam pendekatan ini, siswa merupakan bagian dari system kerjasama dalam mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Belajar kooperatif ini juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu yaitu teman sebaya.
b. Ciri-ciri Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ong Eng Tek (1996:10) dan Brophy dan Alleman (1996:143). Ada lima unsure dasar yang menjadi ciri pembelajaran kooperatif, yakni:
1) Saling Ketergantungan yang Positif
Ketergantungan yang positif, adalah perasaan di antara anggota kelompok di mana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, struktur kelompok dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan sertiap siswa merasa adanya saling ketergantungan yang positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Hal inilah yang mendorong setiap anggota kelompok untuk saling bekerjasama.
2) Akuntabilitas Individu
Pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan akademik bertujuan agar setiap anggota kelompok lebih berhasil dalam dalam belajar dibandingkan dengan belajar sendiri. Sebagai konsekuensinya setiap anggota kelompok harus diberi tanggung jawab secara individual untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri dan mengetahui apa yang telah ditargetkan dan apa yang harus dipelajari. Unsur terpenting yang harus dipahami guru adlah apabila tugas dibagi dalam kelompok jangan sampai hanya diperiksa/dievaluasi selesai atau tidaknya tugas-tugas itu dikerjakan secara berkelompok, melainkan harus terjadi interdenpendensi tugas antar kelompok.
3) Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka selain memberikan informasi yang penting bagi performasi setiap siswa jugaakan saling mengetahui keberhasilannya dalam bidang akademik, masing-masing siswa. Cara ini akan mendukung dan memperkuat makna ketrgantungan yang positif dan mempermudah siswa untuk mempromosikan keberhasilan siswa yang lainnya sebagai keberhasilan kelompoknya.
4) Keterampilan Sosial
Penguasaan dalam pembelajaran kooperatif perlu dimiliki oleh para siswa terutama pada waktu menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Juga dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi, seperti: mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan, kompromi, negosiasi, dan klarifikasi secara teratur untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
5) Proses Kelompok
Proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif akan terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Dalam proses kelompok, para siswa perlu mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektifitas kerja sama yang telah dilakukan. Untuk memperolah hal tersebut, para siswa perlu mengadaka refleksi secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerjasama sebagai satu tim, terutama dalam hal: seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok, bagaimana mereka saling membantu satu sama lain, bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan apa yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas-tugas mendatang supaya lebih berhasil.
c. Beberapa manfaat model pembelajaran kooperatif dalam proses belajar-mengajar antara lain adalah:
1) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.
2) Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki siswa.
3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
4) Siswa tidak hanya sebagai obyek mengajar melainkan sebagai subyek belajar karena siswa dapat memjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
Contoh Pembelajaran Kooperatif dalam pembelajaran Matematika di SD adalah guru membagi kelas dengan beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa setiap kelompoknya. Siswa diminta untuk duduk perkelompok, kemudian guru memberikan penjelasan mengenai materi bangun ruang. Setelah selesai, guru meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan dan menganalisis sifat-sifat bangun ruang.
5. Pendekatan Spiral
Pendekatan ini digunakan untuk mengajarkan konsep matematika. Pada pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan ini, suatu konsep tidak diajarkan dari awal sampai akhir secara sebagian-sebagian, berulang-ulang, dan dalam waktu yang terpisah-pisah, mula-mula konsep tersebut dikenalkan dengan cara dan dalam bentuk sederhana yang makin lama makin kompleks dan dalam bentuk abstrak dan pada akhirnya digunakan bentuk umum dalam matematika, di antara selang waktu yang terpisah itu diberikan konsep-konsep lain.
Misalnya dalam pembelajaran konsep A, di selang waktu pertama konsep A dikenalkan dalam sebuah topik dengan cara intuitif melalui benda-benda konkret, atau gambar-gambar sesuai kemampuan siswa dan konsep A dinyatakan dengan notasi symbol yang sederhana. Setelah selang waktu itu selesai, pembelajaran dilanjutkan dengan konsep-konsep lain (misalnya, konsep B dan C), mungkin konsep A dengan notasi yang sederhana itu digunakan dalam konsep B dan konsep C. Di selang-selang waktu yang terpisah selanjutnya, konsep A diajarkan lagi yang makin lama semakin kompleks dan dalam bentuk yang lebih absstrak yang akhirnya menggunakan notasi yang umum digunakan dalam matematika.
Pembelajaran dengan pendekatan spiral dapat dilukiskan seperti dambar spiral di bawah ini. Nampak semakin keatas spiral tersebut melingkar semakin besar, yang menggambarkan makin lama materi yang dibahas semakin tinggi tingkatannya dan semakin luas.
Lengkungan spiral itu terbentuk dari topic-topik yang diajarkan sejak pembelajaran untuk konep itu dimulai. Misalny dalam kurikulum 1994. Konsep luas mulai diajarkan di kelas II SD, berikut ini adalah tahapan pembelajaran dari kelas III sampai kelas VI SD.
a. Di kelas III SD, mula-mula dikenalkan dengan perbandingan luas permukaan benda dengan bangun persegi atau persegi panjang, menghitung luas daerah persegi dan persegi panjang dengan membilang petak persegi, kemudian meluas untuk permukaan tidak teratur namun masih menggunakan cara yang sama.
b. Di kelas IV SD, menghitung luas persegi dan persegi panjang dengan membilang petak persegi satuan (ulangan), dilanjutkan dengan cara mengalikan banyak petak persegi pada kolom dan baris, dan dikenal rumus luas persegi dan persegi panjang dan satuan bakunya.
c. Di kelas V SD, dikenalkan rumus luas segitiga.
d. Di kelas VI SD, mulai dikenalkan luas jajar genjang dengan membandingkan luas persegi panjang yang tinggi dan alasnya sama, dikenalkan rumus lingkaran dan penggunaannya. Dari analisis kurikulum 1994 tersebut, nampak jelas bahwa konsep luas diperkenalkan dengan menggunakan pendekatan spiral.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiral merupakan suatu prosedur pembahasan konsep yang dimulai dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisis, dari penyelidikan (eksplorasi) ke penguasaan, dari tahap paling randah hingga tahap yang paling tinggi, dalam waktu yang cukup lama, dan dalam selang-selang waktu terpisah-pisah.
Pendekatan spiral sangat sesuai dengan perkembangan spikologi anak, dengan demikian prinsip psikologi terpenuhi. Kelemahan dari pendekatan ini adalah memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mengenalkan suatu konsep, ini memungkinkan bagi siswa-siswa pandai mengalami kejenuhan belajar.
6. Pendekatan Kontekstual
Salah satu cara untuk mengubah cara mengajar guru yang sesuai dengan tunutan KBK adalah merubah cara pandang guru terhadap mengajar dan belajar. Mengajar menurut pandangan lama adalah proses pemberian pengetahuan dan prosedur kepada siswa, dimana pandangan ini berimplikasi terhadap cara belajar siswa yang hanya dan menghapalkan langkah-langkah pemecahan sebuah persoalan. Belajar menurut pandangan kontemporer adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya dengan melibatkan fisik, mental dan emosional, hingga siswa memperoleh sejumlah pengalaman bermakna (konstruktivisme). Menurut pandangan ini pengetahuan yang diperoleh ssiwa bukan proses pemindahan dari guru ke siswa, melainkan dibentuk atau disusunsendiri oleh siswa melalui interaksinya dengan lingkungan. Sesuatu yang diketahui siswa itu sendiri dari pengalamannya.
Pengetahuan yang dimiliki siswa menurut pandangan konstruktivisme merupakan susunan yang diperoleh dari proses panjang hasil interaksinya dengan lingkungan. Pengetahuan bukan sesuatu yang telah jadi dan sempurna yang harus diberikan kepada siswa, melainkan dugaan-dugaan (konjectural) yang mungkin salah, bersifat sementara dan tak pernah sempurna. Salah satu pendekatan mengajar yang sesuai dengan pandangan ini Contextual Teaching and Learning (CTL).
CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang menghubungkan konsep dengan konteksnya, sehingga siswa memperoleh sejumlah pengalaman belajar bermakna berupa pengetahuan dan keterampilan. Menggabungkan materi dengan pengalaman harian indiidu, masyarakat dan pekerjaan yang melibatkan aktifitas.
Pendekatan CTL memungkinkan siswa dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan sekolah untuk meningkatkan kebermaknaan belajarnya. Siswa disadarkan, mengapa mereka belajar konsep-konsep dan bagaimana konsep-konsep penting dapat digunakan di luar kelas. Pendekatan CTL membuat sebagian besar siswa belajar secara efisien, kapan mereka bekerja secara komperatif dengan siswa lain dalam kelimpok.
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran merupakan konsep belajar mengajar yang memfungsikan guru sebagai pihak yang harus mengkemas materi (konten) dan mengaitkannya dengan suasana yang mudah dipahami siswa (konteks). Membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual membantu siswa memperoleh pengalaman dan menemukan pengetahuan atau keterampilan baru. Guru sebagai pengelola kelas lebih banyak memikirkan bagaimana siswa memperoleh pengalaman belajar sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan barusecara bermakna melalui pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Prinsip-prinsip yang mendasari CTL adalah: 1) Konstruktivisme (Construktivism) 2) Bertanya (Questioning), 3) Inquiri (Inquiry), 4) Masyarakat Belajar (Learning Community), 5) Penilaian Autentik (Autentic Assesment), 6) Refleksi (Reflection), dan 7) Permodelan (Modeling).
a. Konstruktivisme (Contruktivsm)
Konstruktivisme (Contruktivsm) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengethuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektifitas, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya untuk: (1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa; (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;(5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengansiswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lainyang didatangkan ke kelas dan sebagainya.
c. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yangdiperoleh siswa diharapkan bukan hanya mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) Observasi (Observasion), (2) Bertanya (Questioning), (3) Mengajukan dugaan (Hipotesis), (4) Pengumpulan data (Data Gathering), (5) Penyimpulan (Conclussion). Kata kunci dari strategi inquiry adalah siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: (1) merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun; (2) mengamati atau melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya; dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audience lainnya.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyaranakan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana semua adalah anggota masyarakat yang belajar. Dalam kelas menggunakan pendekatan kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dfalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasai bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ‘ahli’ ke kelas.
“Masyarakat Belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. “Seorang guru yang mengajari siswanya” bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi belajar memberikan informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
e. Permodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau oengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagaian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya ! Mestinya dengan cara yang baru saya pelajari ini, file computer saya lebih tertata dan lebih rapi”.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga semakin berkembang. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan refleksi itu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang perlu dipelajarinya.
g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka assesment tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir semeter.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya, itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Karakteristik authentic assesment adalah: (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif; (3) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan hanya mengingat fakta; (4) berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat digunakan sebagai feed back. Dengan demikian pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankakn pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran (Depdiknas, 2003: 10).
Sebuah jkelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan komponen utama pembelajaran efektif ini dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan hal itu dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Penerapan pendekatan kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah: (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pengalaman barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5) mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran; (6) melakukan refleksi di akhir pertemuan; dan (7) melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely).
2. Dalam pembelajaran matematika kita dapat menggunakan strategi ekspositori, stratefi inkuiri, dan strategi pemecahan masalah.
3. Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat diadaptasi oleh peserta didik.
4. Macam-macam pendekatan dalam matematika antara lain adalah pendekatan induktif, pendekatan deduktif, pendekatan realistik, pendekatan kooperatif, pendekatan spiral, pendekatan konstektual.
B. Saran
Untuk mencapai dan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, guru dan calon guru sebaiknya memperhatikan hal-hal beikut:
1. Mengetahui dan memahami berbagai strategi dan pendekatan pembelajaran matematika agar dapat memperkaya dan menambah keterampilan dalam mengajar pendidikan matematika kepada peserta didik.
2. Dapat memilih dan menyesuaikan penggunaan startegi dan pendekatan pembelajaran dengan mempertimbangkan bahan ajar dan karakter siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Httpfile.upi.eduDirektoriFPMIPAJUR._PEND._MATEMATIKA196303311988031-NANANG_PRIATNAStrategi_Pemb_Mat.pdf Diakses tanggal 20 September 2014 pukul 19:21 WIB.
Suwangsih, Erna. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.
0 Response to "STRATEGI DAN PENDEKATAN MATEMATIKA DI SD"
Posting Komentar